Asta Kosala Kosali merupakan
Fengshui-nya Bali, adalah sebuah tata cara, tata letak, dan tata bangunan untuk
bangunan tempat tinggal serta bangunan tempat suci yang ada di Bali yang sesuai
dengan landasan Filosofis, Etis, dan Ritual dengan memperhatikan konsepsi
perwujudan, pemilihan lahan, hari baik (dewasa) membangun rumah, serta
pelaksanaan yadnya.
Menurut Ida Pandita Dukuh
Samyaga, perkembangan arsitektur bangunan Bali, tak lepas dari peran beberapa
tokoh sejarah Bali Aga berikut zaman Majapahit. Tokoh Kebo Iwa dan Mpu Kuturan
yang hidup pada abad ke 11, atau zaman pemerintahan Raja Anak Wungsu di Bali
banyak mewarisi landasan pembanguna arsitektur Bali.
Danghyang Nirartha yang hidup
pada zaman Raja Dalem Waturenggong setelah ekspidisi Gajah Mada ke Bali abad
14, juga ikut mewarnai khasanah arsitektur tersebut ditulis dalam lontar Asta
Bhumi dan Asta kosala-kosali yang menganggap Bhagawan Wiswakarma sebagai dewa
para arsitektur.
Penjelasan dikatakan oleh Ida
Pandita Dukuh Samyaga. Lebih jauh dikemukakan, Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewa
Arsitektur, sebetulnya merupakan tokoh dalam cerita Mahabharata yang dimintai
bantuan oleh Krisna untuk membangun kerjaan barunya. Dalam kisah tersebut,
hanya Wismakarma yang bersatu sebagai dewa kahyangan yang bisa menyulap laut
menjadi sebuah kerajaan untuk Krisna. Kemudian secara turun-temurun oleh umat
Hindu diangap sebagai dewa arsitektur. Karenanya, tiap bangunan di bali selalu
disertai dengan upacara pemujaan terhadap Bhagawan Wiswakarma. Upacara demikian
dilakukan mulai dari pemilihan lokasi, membuat dasar bagunan sampai bangunan
selesai. Hal ini bertujuan minta restu kepada Bhagawan Wiswakarma agar bangunan
itu hidup dan memancarkan vibrasi positif bagi penghuninya. Menurut kepercayaan
masyarakat Hindu Bali, bangunan memiliki jiwa bhuana agung (alam makrokosmos)
sedangkan manusia yang menepati bangunan adalah bagian dari buana alit
(mikrokosmos).Antara manusia (mikrokosmos) dan bangunan yang ditempati harus
harmonis, agar bisa mendapatkan keseimbangan anatara kedua alam tersebut.Karena
itu,mebuat bagunan harus sesuai dengan tatacara yang ditulis dalam sastra Asta
Bhumi dan Atas Kosala-kosali sebagai fengsui Hindu Bali.
Asta Kosala Kosali merupakan
sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan
Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya. Pengukurannya
pun lebih menggunakan ukuran dari Tubuh yang empunya rumah. Mereka tidak
menggunakan meter tetapi menggunakan seperti:
-- Musti (ukuran atau dimensi
untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari yang menghadap ke atas),
-- Hasta (ukuran sejengkal jarak
tangan manusia dewata dari pergelangan tengah tangan sampai ujung
jari tengah yang terbuka)
-- Depa (ukuran yang dipakai
antara dua bentang tangan yang dilentangkan dari kiri ke kanan)
Jadi nanti besar rumahnya akan
ideal sekali dengan yang empunya rumah.
Di atas telah dijelaskan mengenai
Buana Agung (makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos). Nah, kosmologi Bali itu
bisa digambarkan secara hirarki atau berurutan seperti :
1. Bhur alam semesta, tempat
bersemayamnya para dewa.
2. Bwah, alam manusia dan
kehidupan keseharian yang penuh dengan godaan duniawi, yang berhubungan
dengan materialisme
3. Swah, alam nista yang menjadi
simbolis keberadaan setan dan nafsu yang selalu menggoda manusia untuk
berbuat menyimpang dari dharma.
Selain itu juga Konsep ini
berpegang juga kepada mata angin, 9 mata angin(Nawa Sanga). Setiap bangunan itu
memiliki tempat sendiri. seperti misalnya:
·
Dapur, karena
berhubungan dengan Api maka Dapur ditempatkan di Selatan,
·
Tempat Sembahyang
karena berhubungan dengan menyembah akan di tempatkan di Timur tempat matahari
Terbit.
·
Karena Sumur menjadi
sumber Air maka ditempatkan di Utara dimana Gunung berada begitu seterusnya.
Selain itu sosial status juga
menjadi pedoman. jadi rumah di bali itu ada yang disebut Puri juga atau Jeroan,
biasanya dibangun oleh warna / wangsa Kesatria. tapi karena sekarang banyak
yang sudah kaya diBali, jadi siapapun boleh membuat yang seperti ini. Namun
mungkin nanti bedanya di Tempat Persembahyangan di Dalamnya saja.
Warna itu merupakan sistem
hirarki, di Bali Hirarkial itu juga berpengaruh terhadap tata ruang bangunan
rumahnya. Dalam pembuatan rumahnya rumah akan dibagi menjadi:
·
jaba untuk bagian
paling luar bangunan
·
jaba jero untuk
mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah
jero untuk mendiskripsikan ruang
bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang dianggap sebagai ruang paling
suci atau paling privacy bagi rumah tinggal
Di konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan materialnya. ada namanya Tri Angga, yang terdiri dari:
Di konsep ini juga disebutkan tentang teknik konstruksi dan materialnya. ada namanya Tri Angga, yang terdiri dari:
·
Nista menggambarkan
hirarki paling bawah dari sebuah bangunan, diwujudkan dengan pondasi rumah atau
bawah rumah sebagai penyangga rumah. bahannya pun biasanya terbuat dari Batu
bata atau Batu gunung.
·
Madya adalah bagian
tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding, jendela dan pintu.
Madya mengambarkan strata manusia atau alam manusia
·
Utama adalah symbol
dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap yang diyakini juga
sebagai tempat paling suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat tinggal
dewa atau leluhur mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang
digunakan pada arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.
berikut bagian-bagian dari rumah Bali:
1.
Pamerajan adalah
tempat upacara yang dipakai untuk keluarga. Dan pada perkampungan tradisional
biasanya setiap keluarga mempunyai pamerajan yang letaknya di Timur Laut pada
sembilan petak pola ruang
2.
Umah Meten yaitu ruang
yang biasanya dipakai tidur kapala keluarga sehingga posisinya harus cukup
terhormat
3.
Bale Sakepat, bale
ini biasanya digunakan untuk tempat tidur anakanak atau anggota keluarga lain
yang masih junior.
4.
Bale tiang sanga
biasanya digunakan sebagai ruang untuk menerima tamu
5.
Bale Dangin biasanya
dipakai untuk duduk-duduk membuat bendabenda seni atau merajut pakaian bagi
anak dan suaminya.
6.
Lumbung sebagai
tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan hasil kebun lainnya.
7.
Paon (Dapur) yaitu
tempat memasak bagi keluarga.
8.
Aling-aling adalah
bagian entrance yang berfungsi sebagai pengalih jalan masuk sehingga jalan
masuk tidak lurus kedalam tetapi menyamping. Hal ini dimaksudkan agar pandangan
dari luar tidak langsung lurus ke dalam.
9.
Angkul-angkul yaitu
entrance yang berfungsi seperti candi bentar pada pura yaitu sebagai gapura
jalan masuk.
Arsitektur bali atau yang buat rumah dibali disebut
juga Undagi. Begitulah tradisi pembuatan rumah di Bali.
Landasan filosofis ASTA KOSALA KOSALI
Landasan filosofis ASTA KOSALA KOSALI
·
Hubungan Bhuwana Alit
dengan Bhuwana Agung. Pembangunan perumahan adalah berlandaskan filosofis
bhuwana alit bhuwana agung. Bhuwana Alit yang berasal dari Panca Maha Bhuta
adalah badan manusia itu sendiri dihidupkan oleh jiwatman. Segala sesuatu dalam
Bhuwana Alit ada kesamaan dengan Bhuwana Agung yang dijiwai oleh Hyang Widhi.
Kemanunggalan antara Bhuwana Agung dengan Bhuwana Alit merupakan landasan
filosofis pembangunan perumahan umat Hindu yang sekaligus juga menjadi tujuan
hidup manusia di dunia ini.
·
Unsur- unsur
pembentuk. Unsur pembentuk membangun perumahan adalah dilandasi oleh Tri Hit a
Karana dan pengider- ideran (Dewata Nawasanga). Tri Hita Karana yaitu unsur
Tuhan/ jiwa adalah Parhyangan/ Pemerajan. Unsur Pawongan adalah manusianya dan
Palemahan adalah unsur alam/ tanah. Sedangkan Dewata Nawasanga (Pangider-
ideran) adalah sembilan kekuatan Tuhan yaitu para Dewa yang menjaga semua
penjuru mata angin demi keseimbangan alam semesta ini.
Landasan Etis
·
Tata nilai dari
bangunan adalah berlandaskan etis dengan menempatkan bangunan pemujaan ada di
arah hulu dan bangunan- bangunan lainnya ditempatkan ke arah teben (hilir).
Untuk lebih pastinya pengaturan tata nilai diberikanlah petunjuk yaitu Tri
Angga adalah Utama Angga, Madya Angga dan Kanista Angga dan Tri Mandala yaitu Utama,
Madya dan Kanista Mandala.
·
Pembinaan hubungan
dengan lingkungan. Dalam membina hubungan baik dengan lingkungan didasari
ajaran Tat Twam Asi yang perwujudannya berbentuk Tri Kaya Parisudha
Landasan Ritual
Dalam mendirikan perumahan hendaknya selalu dilandaskan dengan upacara dan upakara agama yang mengandung makna mohon ijin, memastikan status tanah serta menyucikan, menjiwai, memohon perlindungan Ida Sang Hyang Widhi sehingga terjadilah keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin.
Konsepsi perwujudan
Konsepsi perwujudan perumahan umat Hindu merupakan perwujudan landasan dan tata ruang, tata letak dan tata bangunan yang dapat dibagi dalam :
1.
Keseimbangan Alam:
Wujud perumahan umat Hindu menunjukkan bentuk keseimbangan antara alam Dewa,
alam manusia dan alam Bhuta (lingkungan) yang diwujudkan dalam satu perumahan
terdapat tempat pemujaan tempat tinggal dan pekarangan dengan penunggun
karangnya yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana.
2.
Rwa Bhineda, Hulu
Teben, Purusa Pradhana. Rwa Bhineda diwujudkan dalam bentuk hulu teben (hilir).
Yang dimaksud dengan hulu adalah arah/ terbit matahari, arah gunung dan arah
jalan raya (margi agung) atau kombinasi dari padanya. Perwujudan purusa pradana
adalah dalam bentuk penyediaan natar. sebagai ruang yang merupakan pertemuan
antara Akasa dan Pertiwi.
3.
Tri Angga dan Tri
Mandala. Pekarangan Rumah Umat Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian
(Tri Mandala) yaitu Utama Mandala untuk penempatan bangunan yang bernilai utama
(seperti tempat pemujaan). Madhyama Mandala untuk penempatan bangunan yang
bernilai madya (tempat tinggal penghuni) dan Kanista Mandala untuk penempatan
bangunan yang bernilai kanista (misalnya: kandang). Secara vertikal masing-
masing bangunan dibagi menjadi 3 bagian (Tri Angga) yaitu Utama Angga adalah
atap, Madhyama angga adalah badan bangunan yang terdiri dari tiang dan dinding,
serta Kanista Angga adalah batur (pondasi).
4.
Harmonisasi dengan
potensi lingkungan. Harmonisasi dengan lingkungan diwujudkan dengan
memanfaatkan potensi setempat seperti bahan bangunan dan prinsip- prinsip
bangunan Hindu.
Pemilihan Tanah Pekarangan.
Tanah yang dipilih untuk lokasi membangun perumahan diusahakan tanah yang miring ke timur atau miring ke utara, pelemahan datar (asah), pelemahan inang, pelemahan marubu lalah(berbau pedas).
Tanah yang patut dihindari sebagai tanah lokasi membangun perumahan adalah :
1. karang karubuhan (tumbak rurung/ jalan),
2. karang sandang lawe (pintu keluar berpapasan dengan persimpangan jalan),
3. karang sulanyapi (karang yang dilingkari oleh lorong (jalan)
4. karang buta kabanda (karang yang diapit lorong/ jalan),
5. karang teledu nginyah (karang tumbak tukad),
6. karang gerah (karang di hulu Kahyangan),
7. karang tenget,
8. karang buta salah wetu,
9. karang boros wong (dua pintu masuk berdampingan sama tinggi),
10. karang suduk angga, karang manyeleking dan yang paling buruk adalah
11. tanah yang berwarna hitam- legam, berbau “bengualid” (busuk)
Tanah- tanah yang tidak baik (ala) tersebut di atas, dapat difungsikan sebagai lokasi membangun perumahan jikalau disertai dengan upacara/ upakara agama yang ditentukan, serta dibuatkan palinggih yang dilengkapi dengan upacara/ upakara pamarisuda.
Perumahan Dengan Pekarangan Sempit, bertingkat dan Rumah Susun.
Pekarangan Sempit.
Dengan sempitnya pekarangan, penataan pekarangan sesuai dengan ketentuan Asta Bumi sulit dilakukan. Untuk itu jiwa konsepsi Tri Mandala sejauh mungkin hendaknya tercermin (tempat pemujaan, bangunan perumahan, tempat pembuangan (alam bhuta).
Karena keterbatasan pekarangan tempat pemujaan diatur sesuai konsep tersebut di atas dengan membuat tempat pemujaan minimal Kemulan/ Rong Tiga atau Padma, Penunggun Karang dan Natar.
Rumah Bertingkat.
Untuk rumah bertingkat bila tidak memungkinkan membangun tempat pemujaan di hulu halaman bawah boleh membuat tempat pemujaan di bagian hulu lantai teratas.
Rumah Susun.
Untuk rumah Susun tinggi langit- langit setidak- tidaknya setinggi orang ditambah 12 jari. Tempat pemujaan berbentuk pelangkiran ditempatkan di bagian hulu ruangan.
Dewasa Membangun Rumah.
·
Dewasa Ngeruwak.
Wewaran : Beteng, Soma, Buda, Wraspati, Sukra, Tulus, Dadi. Sasih: Kasa,
Ketiga, Kapat, Kedasa.
·
Nasarin. Watek: Watu.
Wewaran: Beteng, soma, Budha, Wraspati, Sukra, was, tulus, dadi.Sasih: Kasa,
Katiga, Kapat, Kalima. Kanem.
·
Nguwangun. Wewaran:
Beteng, Soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi.
·
Mengatapi. Wewaran :
Beteng, was, soma, Budha, Wraspati, Sukra, tulus, dadi. Dewasa ala : geni
Rawana, Lebur awu, geni murub, dan lain- lainnya.
·
Memakuh/ Melaspas.
Wewaran : Beteng, soma, Budha. Wraspati, Sukra, tulus, dadi. Sasih : Kasa,
Katiga, Kapat, Kadasa.
Upacara Membangun Rumah.
·
Upacara Nyapuh sawah
dan tegal. Apabila ada tanah sawah atau tegal dipakai untuk tempat tinggal. Jenis
upakara : paling kecil adalah tipat dampulan, sanggah cucuk, daksina l, ketupat
kelanan, nasi ireng, mabe bawang jae. Setelah “Angrubah sawah” dilaksanakan
asakap- sakap dengan upakara Sanggar Tutuan, suci asoroh genep, guling itik,
sesayut pengambeyan, pengulapan, peras panyeneng, sodan penebasan, gelar sanga
sega agung l, taluh 3, kelapa 3, benang + pipis.
·
Upacara pangruwak
bhuwana dan nyukat karang, nanem dasar wewangunan. Upakaranya ngeruwak bhuwana
adalah sata/ ayam berumbun, penek sega manca warna. Upakara Nanem dasar:
pabeakaonan, isuh- isuh, tepung tawar, lis, prayascita, tepung bang, tumpeng
bang, tumpeng gede, ayam panggang tetebus, canang geti- geti.
·
Upakara Pemelaspas.
Upakaranya : jerimpen l dulang, tumpeng putih kuning, ikan ayam putih siungan,
ikan ayam putih tulus, pengambeyan l, sesayut, prayascita, sesayut durmengala,
ikan ati, ikan bawang jae, sesayut Sidhakarya, telur itik, ayam sudhamala,
peras lis, uang 225 kepeng, jerimpen, daksina l, ketupat l kelan, canang 2
tanding dengan uang II kepeng. Oleh karena situasi dan kondisi di suatu tempat
berbeda, maka upacara
upakara tersebut di atas
disesuaikan dengan kondisi setempat.
Dalam melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia , bentuk budaya Bali telah berkembang dengan ciri dan kepribadian tersendiri.
Dari sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan kebudayaan dipengaruhi kebudayaan Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga peranannya sangat mendalam dan dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini dikenal dengan nama Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-lain yang berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan .
Pengaruhnya terlihat pada :
Bentuk
Dari segi perbandingan ukuran setiap unsur bangunan dan pekarangan berpangkal kepada ukuran kepala dan badan manusia terutama ukuran tubuh kepala keluarga (yang punya rumah) secara fisik dan tingkat kastanya.
Bentuk rumah Bali, pada dasarnya bukan merupakan suatu organisasi ruangan dibawah satu atap , tetapi beberapa bangunan yang masing-masing dengan fungsinya tertentu di dalam satu lingkungan atau satu tembok.
Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:
1. Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
2. Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
3. Konsep keseimbangan kosmologi
4. Konsep proporsi dan skala manusia
5. Konsep court, Open air
6. Konsep kejujuran bahan bangunan
Adapula beberapa ketentuan-ketentuan bangunan di Bali:
1. Tempat/ denah berdasarkan Lontar Asta Bhumi.
2. Bangunan/ konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali.
3. Bahan- bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali, seperti : kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan sebagainya
Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti
Mata Pencaharian dan Pengaruh Lingkungan
Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografis dan ekonomi masyarakat.
Dalam melihat tata budaya dari berbagai suku di Indonesia , bentuk budaya Bali telah berkembang dengan ciri dan kepribadian tersendiri.
Dari sudut arsitektur tradisional , peranan agama dan kebudayaan dipengaruhi kebudayaan Cina dan India yang melebur ke dalam ajaran agama mereka yaitu Hindu-Budha, sehingga peranannya sangat mendalam dan dijadikan pangkal untuk mencipta, petunjuk petunjuk ini dikenal dengan nama Hasta Bumi,Hasta Kosala Kosali,Hasta Patali, sikuting umah, dan lain-lain yang berisikan berbagai petunjuk , pantangan, tata cara perencanaan, pelaksanaan dan lain-lain dalam mendirikan suatu bangunan .
Pengaruhnya terlihat pada :
Bentuk
Dari segi perbandingan ukuran setiap unsur bangunan dan pekarangan berpangkal kepada ukuran kepala dan badan manusia terutama ukuran tubuh kepala keluarga (yang punya rumah) secara fisik dan tingkat kastanya.
Bentuk rumah Bali, pada dasarnya bukan merupakan suatu organisasi ruangan dibawah satu atap , tetapi beberapa bangunan yang masing-masing dengan fungsinya tertentu di dalam satu lingkungan atau satu tembok.
Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:
1. Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
2. Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
3. Konsep keseimbangan kosmologi
4. Konsep proporsi dan skala manusia
5. Konsep court, Open air
6. Konsep kejujuran bahan bangunan
Adapula beberapa ketentuan-ketentuan bangunan di Bali:
1. Tempat/ denah berdasarkan Lontar Asta Bhumi.
2. Bangunan/ konstruksinya berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali.
3. Bahan- bahan/ ramuan berdasarkan lontar Asta Dewa dan lontar Asta Kosala Kosali, seperti : kayu, ijuk, alang- alang, batu alam, bata dan sebagainya
Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat tinggal dan bangunan suci. penataan Bangunan yang dimana di dasarkan oleh anatomi tubuh yang punya rumah. Pengukurannya pun tidak menggunakan meter tetapi menggunakan seperti
Mata Pencaharian dan Pengaruh Lingkungan
Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografis dan ekonomi masyarakat.
Ditinjau dari aspek geografi terdapatlah Arsitektur Tradisional Bali dataran tinggi (daerah pegunungan) dan Arsitektur Tradisional Bali dataran rendah. Untuk daerah dataran tinggi yang penduduknya berkebun, pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Satu bangunan bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya.
Untuk daerah dataran rendah,yang penduduknya bertani, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi (pekarangan depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk tempat tinggal )
adapun pertimbangan dalam membangun tempat tinggal diantaranya;
Tanah
Membuat rumah yang dapt mendatangkan keberuntungan bagi penghuninya,bagi rohaniwan dari Banjar Semaga,Desa Penatih,Denpasar ini harus diawali dengan pemilihan lokasi (tanah) yang pas.Lokasi yang bagus dijadikan bagunan adalah tanah yang posisinya lebih rendah (miring) ke timur (sebelum direklamasi). Namun di luar lahan bukan milik kita,posisinya lebih tinggi.Demikian juga tanah bagian utaranya juga harus lebih tinggi.Bila tanah di pinggir jalan,usahakan posisinya tanah dipeluk jalan.Sangat baik bila ada air di arah selatan tetapi bukan dari sungai yang mengalir deras.Air harus berjalan pelan,tetapi posisi sungai juga harus memeluk tanah ,bukan sebaliknya menebas lokasi tanah.Diyakini,aliran air yang lambat membuat Dewa air sebagai pembawa kesuburan dan rejeki banyak terserap dalam deras.
Selain letak tanah,tekstur tanah juga harus dipastikan memiliki kualitas baik. Tanah berwarna kemerahan dan tidak berbau termasuk jenis tanah yang bagus untuk tempat tinggal.Untuk menguji tekstur tanah,cobalah genggam tanah tersebut.Jika setelah lepas dari genggaman tanah itu terurai lagi,berarti kualitas tanah tersebut cocok dipilih untuk lokasi perumahan.Cara lain untuk menguji tekstur tanah yang baik adalah dengan cara melubangi tanah tersebut sedalam 40 Cm persegi.Kemudian lubang itu diurug (ditimbun) lagi dengan tanah galian tadi.
Jika lubang penuh atau kalau bisa ada sisa oleh tanah urugan itu, berati tanah itu bagus untuk rumah.Sebaliknya jika tanah untuk menutup lubang tidak bisa memenuhi (jumlahnya kurang) berati tanah tersebut tidak bagus dan tidak cocok untuk rumah karena tergolong tanah anggker.Akan lebih baik memilih tanah yang terletak di utara jalan karena lebih mudah untuk melakukan penataan bangunan menurut konsep Asta kosala-kosali.Misalnya membuat pintu masuk rumah,letak bangunan,dan tempat suci keluarga (merajan/sanggah).Lokasi seperti ini memungkinkan untuk menangkap sinar baik untuk kesehatan.Tata letak pintu masuk yang sesuai,akan memudahkan menangkap Dewa Air mendatangkan rejeki.
Kurang Bagus
Jangan membangun rumah di bekas tempat-tempat umum seperti bekas balai banjar (balai masyarakat), bekas pura (tempat suci), tanah bekas tempat upacara ngaben massal(pengorong/peyadnyan)bekas gria (tempat tinggal pedande/pendeta) dan tanah bekas kuburan.Usahakan pula untuk tidak memilih lokasi (tanah)bersudut tiga atau lebih dari bersudut empat.Tanah di puncak ketinggian,di bawah tebing atau jalan juga kurang bagus untuk rumah karena membuat rejeki seret dan penghuninya akan sakit – sakitan.Demikian juga tanah yang terletak di pertigaan atau di perempatan jalan (simpang jalan) tidak bagus untuk tempat tinggal tetapi cocok untuk tempat usaha.Tanah jenis ini termasuk tanah angker karena merupakan tempat hunian Sang Hyang Durga Maya dan Sang Hyang Indra Balaka.
Tata Letak Bangunan
Setelah direklamasi (ditata) diusahkan bangunan yang terletak di timur,lantainya lebih tinggi sebab munurut masyarakat bali selatan umumnya,bagian timur dianggap sebagai hulu(kepala)yang disucikan.Sedangkan menurut fungsui,posisi bangunan seperti itu memberi efek positif.Sinar matahari tidak terlalu kencang,dan air tidak sampai ke bagian hulu.Bagunan yang cocok untuk ditempatkan diareal itu adalah tempat suci keluarga yg disebut merajan atau sanggah.Dapur diletakan di arah barat (barat daya) dihitung dari tempat yang di anggap sebagai hulu (tempat suci) atau di sebelah kiri pintu masuk areal rumah, karena menurut konsep lontar Asta Bumi,tempat ini sebagai letak Dewa Api.
Sumur dan lumbung tempat penyimpanan padi sedapat mungkin diletakan di sebelah timur atau utara dapur.Atau di sebelah kanan pintu gerbang masuk rumah karena melihat posisi Dewa Air.
Bangunan balai Bandung (tempat tidur) diletakan diarah utara,sedangkan balai adat atau balai gede ditempatkan disebelah timur dapur dan diselatan balai Bandung.Bangunan penunjang lainnya diletakkan di sebelah selatan balai adat.
Pintu Masuk
Selain menemukan posisinya yang tepat untuk menangkap dewa air sebagai sumber rejeki ukuran pintu masuk juga harus diatur. Jika membuat pintu masuk lebih dari satu,lebar pintu masuk utama dan lainya tidak boleh sama.Termasuk tinggi lantainya juga tidak boleh sama. Lantai pintu masuk utama (dibali berbentuk gapura/angkul – angkul) harus dibuat lebih tinggi dari pintu masuk mobil menuju garase.jika dibuat sama akan memberi efek kurang menguntungkan bagi penghuninya bisa boros atau sakit-sakitan.Akan sangat bagus bila di sebelah kiri (sebelah timur jika rumah mengadap selatan) diatur jambangan air (pot air) yang disi ikan.
Ini sebagai pengundang Dewa Bumi
untuk memberi kesuburan seisi rumah.Tak menempatkan benda – benda runcing dan
tajam yang mengarah ke pintu masuk rumah seperti penempatan meriam kuno,tiang
bendera,listrik dan tiang telepon atau tataman yang berbatang tinggi seperti
pohon palm,karena membuat penghuninya sakit sakitan akibat tertusuk.Got dan
tempat pembungan kotoran sedapat mungkin di buat di posisi hilir dan lebih rendah
dari pintu masuk.Kalau menempatkan kolam di pekarangan rumah hendaknya dibuat
di atas permukaan tanah(bukan lobang).Kolam di buat di sebelah kanan pintu
masuk dengan posisi memelu rumah,bukan berlawanan.Karena keberadaan kolam yang
tidak sesuai akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah
Categories: